Kamis, 17 Juli 2008

Potensi kehilangan pajak dari amandemen UU PPh 2008

Akibat Amandemen, Potensi Kehilangan Pajak Penghasilan Rp40 Triliun
Ditulis oleh Susi
Wednesday, 16 July 2008 00:42
Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Departemen Keuangan memperkirakan potensial lost atau potensi kehilangan penerimaan pajak akibat amandemen UU tentang Pajak Penghasilan (PPh) akan mencapai Rp40 triliun.
Dirjen Pajak Darmin Nasution di Jakarta, Selasa (15/07/2008). menyebutkan Panja Pansus Amandemen UU Perpajakan DPR telah menyelesaikan pembahasan RUU tentang PPh. Sejumlah kesepakatan dalam pembahasan Itu antara lain adalah adanya penurunan tarif PPh dan meningkatnya Jumlah penghasilan tidak kena pajak (PTKP). "Sebetulnya ada beberapa faktor yang baru putus minggu lalu, sehingga kita belum menghitung secara keseluruhan, pasti di angka Rp40 triliunan," kata Darmin Nasution usai penandatanganan MoU Ditjen Pajak dengan Bank BNI mengenal pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Namun Darmin langsungmenegaskan bahwa potensial lost sebesar itu bukan menjadi pertanda pada 2009 penerimaan pajak akan menurun. Ia menyebutkan potensi kenaikan penerimaan pajak Justru akan lebih tinggi.

"Dalam RAPBN 2009 sudah dibuat. Kenaikannya dari APBN Perubahan sekarang Itu akan naik 21 persen. Itu berarti sudah kita hitung yang Rp40 triliunan Itu," Jelasnya. Potensial lost terbesar akan disumbangkan dari penurunan tarif PPh dan perubahan (naiknya) PTKP.

Mengenal potensial lost dari dihapuskannya pungutan fiskal bagi WNI yang bepergian keluar negeri, menurut Darmin, Jumlahnya tidak terlalu signifikan.

"Fiskal jumlahnya nggak besar hanya kira-kira Rp2,5 triliun. Deviden malah nggak, soalnya dulunya nggak begitu efektif karena pengusaha ngakunya nggak bagi deviden sehingga tidak kena pajak." Jelasnya.

RUU Perpajakan

Sementara itu, Darmin Juga menjelaskan pembahasan seluruh RUU Perpajakan oleh DPR bersama pemerintah diperkirakan dapat dirampungkan selama 2008.

"Pembahasan UU tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) sudah selesai beberapa waktu lalu, RUU tentang Pajak Penghasilan (PPh) sudah selesai di panja, dan RUU Pajak Pertambahan Nilai (PPN) akan selesai pada akhir tahun Inijuga." katanya.

Disebutkan, saat Ini pembahasan RUU tentang PPh sudah selesai di Panja Pansus RUU Perpajakan DPR, tinggal di pleno pansus dan paripurna DPR. "Dalam waktu dekat akan diplenokan di pansus dan mungkin bulan depan dapat diplenokan dalam rapat paripurna DPR," katanya.

Ia menmbahkan RUU tentang PPh memberikan banyak Insentif dan disinsentif kepada wajib pajak. Sedangkan mengenai modernisasi administrasi perpajakan, pihaknya pada 2007 menyelesaikan modernisasi kantor pajak di wilayah Jawa dan Bali. Tahuh Ini kami menyelesaikan seluruh kantor pajak di seluruh luar Jawa dan Ball," katanya.

Per Juni 2008. Ditjen Pajak memiliki tiga kantor pelayanan pajak (KPP) wajib pajak besar. 9 KPP khusus. 12 KPP madya, dan 211 KPP pratama. Pada akhir 2008. jumlah KPP pratama akan meningkat menjadi 299 kantor.

Mengenai sunset policy. Darmin mengatakan dasar dari pelaksanaan kebijakan itu adalah peningkatan pelayanan, dan keinginan agar WP lebih transparan dan patuh.

"Kami jamin pemohon nomor pokok wajib pajak (NPWP) sudah dapat memperolehnya dalam waktu tidak lebih dari satu Jam Jika syarat sudah lengkap," katanya, (cr-8)

Sumber : Pelita

Harta Warisan bebas pajak

Harta Hibah dan Warisan Bebas Pajak
Ditulis oleh Susi
Thursday, 17 July 2008 00:28
Ini kabar gembira buat mereka yang sebentar lagi akan menerima harta hibah atau harta warisan dari sanak famili atau leluhur. Pasalnya, pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sudah bersepakat membebaskan harta hibah dan harta waris dari beban pajak. Begitulah hasil kesepakatan final Panitia Kerja Rancangan Undang-Undang Pajak Penghasilan (RUU PPh). "Kami sepakat hibah tidak kena pajak," kata Ketua Pansus RUU PPh dari Fraksi Golkar Melchias Markus Mekeng, Rabu (16/7) kemarin.

Kesepakatan Panja RW PPh yang menyangkut hibah juga memerinci ragam harta hibah yang bebas pajak. Nah, harta hibah atau warisan yang bebas pajak itu bila hibah itu berasal dari keturunan sedarah. Kemudian hibah juga bebas pajak bila penerimanya adalah yayasan dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).

Penerima harta hibah di luar itu, masih tetap kena pajak. Besarnya sesuai dengan tarif pajak yang berlaku umum, yakni mulai sebesar 5% sampai 35%. "Tarifnya tergantung besarnya hibah," kata Direktur Kepatuhan dan Penerimaan Perpajakan Direktorat Jenderal Pajak, Sum-ihar Petrus Tambunan, Rabu (16/7) kemarin.

Rawan permainan

Pemerintah memang terpaksa berkompromi soal pajak harta hibah ini. Sebelumnya, Ditjen Pajak bersikeras ingin memajaki masyarakat yang mengalihkan asetnya dengan cara hibah.

Namun DPR khawatir, masyarakat akan bereaksi keras, sebab selama ini hibah dan warisan memang bebas pajak. "Kami mengkhawatirkan bisa terjadi benturan di dalam masyarakat," kata Andi Rahmat, Anggota Panja RUU PPh dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera.

Sebagai keputusan kompromi, Ditjen Pajak yakin keputusan ini memiliki potensi kebocoran pajak. Dengan pengecualian yang jelas tersebut, mereka yang hobi mengemplang pajak bisa berlomba menyalurkan duit panasnya ke lembaga sosial dan UMKM. Apalagi di negeri ini masih tergolong mudah untuk mendirikan yayasan atau badan usaha.

Tak heran bila Ditjen Pajak masih setengah hati menerima keputusan ini. Pasalnya, Ditjen Pajak tetap berpandangan harta hibah harus kena pajak. "Hibah harus tetap kena pajak selama bukan dalam pengecualian," terang Sumihar.


Sumber : Kontan