Rabu, 03 Desember 2008

Sumbangan kepada Parpol dan kewajiban NPWP

Ketatnya likuiditas uang kas disemua sektor usaha akibat dampak krisis keuangan global diyakini akan berpengaruh secara langsung kepada usaha partai politik peserta Pemilu tahun 2009 dalam menggalang dana (fund raising) agar eksis dalam kancah perjalanan kampanye menuju kemenangan. Sumber dana utama partai tentu diharapkan dipasok oleh anggota dan simpatisan yang diwujudkan dalam bentuk partisipasi dana sumbangan baik dengan imbalan dan tanpa imbalan langsung bagi si penyumbang.
Ditengah isu yang berkembang ditengah masyarakat terkait rencana Komite Pemilihan Umum (KPU) dalam Rancangan Peraturan Komisi Pemilihan Umum tentang Pedoman Pencatatan dan Pelaporan Dana Kampanye, yang salah satunya mengatur kewajiban menyertakan nomor pokok wajib pajak atau NPWP bagi setiap penyumpang dana kampanye, menimbulkan pro dan kontra di kalangan partai politik. Perlu kiranya dicermati apakah usulan pencantuman NPWP si penyumbang berdampak langsung secara negatif bagi kelangsungan hidup partai politik peserta pemilu 2009?.
Usulan Direktur Jenderal Pajak tentang batas penyumbang dana kampanye di atas Rp 20 juta wajib menyertakan NPWP karena batas penghasilan bebas pajak untuk 2009 sebesar Rp 15,84 juta tentu manjadi pertimbangan juga bagi KPU. Walau anggota Komisi II DPR, Ferry Mursyidan Baldan (Fraksi Partai Golongan Karya, Jawa Barat II), di Jakarta, Senin (1/12/2008), mengaku keberatan aturan penyertaan NPWP diwajibkan bagi penyumbang kampanye karena akan menghambat penyumbang yang tidak memiliki NPWP.
Harusnya para pihak yang terkait dalam proses pemilu legislatif dan pemilu presiden Indonesia tahun 2009 bisa mencontoh proses kemenangan presiden terpilih Amerika Serikat Barrack Obama yang secara terbuka dan transparan mengumumkan nama-nama penyumbang dalam kampanyenya tak terkecuali saudara tirinya yang bermasalah dengan imigrasi Amerika Serikat yang dikembalikan sumbangannya oleh Partai Demokrat. Bahkan menurut Dieter Roth seorang pakar Pemilu dari Jerman menegaskan bahwa Komite Pemilihan Umum nya Jerman mewajibkan dan mengumumkan setiap penyumbang diatas 2000 euro dan bagaimana caranya sipenyumbang memperoleh dana tersebut. (Jawa Pos 2 Desember 2008).

Deductable dan Taxable

Prinsip utama yang menjadi acuan dalam proses pemberian sumbangan dari individu dan badan usaha ke partai politik adalah pembebanan sumbangan sebagai biaya yang mengurangi pajak terutang bagi penyumbang dan objek kena pajak bagi si penerima sumbangan sebagaimana diatur lebih lanjut dalam pasal 4 dan pasal 6 Undang-undanhg Nomor 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (UUPPh 2008).Untuk dapat menerapkan prinsip dasar tersebut tentu kedua pihak harus memenuhi syarat formal sebagai subjek pajak yang telah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) sesuai pasal 1 ayat (1) butir 6 dan pasal 2 ayat (1) Undang-undang Nomor 28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP 2007).
Pertanyanannya apakah si penerima sumbangan dalam hal ini Partai Politik sendiri sudah terdaftar sebagai Wajib Pajak sehingga mempunyai syarat pokok untuk menerima sumbangan dari partisannya? Tentu KPU sudah mengantisipasi karena peserta pemilu 2009 hanya sebanyak 44 parpol yang tidak sulit untuk menerapkan syarat NPWP. Sudah jelas bahwa Parpol termasuk subjek pajak badan sebagaimana diatur dalam pasal 2 ayat 1 huruf b UU PPh 2008 terutama dalam penjelasan. Para pengurus parpol mungkin belum melek pajak apalagi diwajibkan untuk mengakui sebagai penghasilan atas penerimaan sumbangan tersebut.
Dengan menerapkan prinsip akuntabilitas dan transparansi maka Parpol akan mulai dengan cermat melakukan pencatatan dan pembukuan atas transaksi penerimaan sumbangan dari partisannya. Di satu sisi juga untuk mempertanggungjawabakan kepada publik dan Negara juga memudahkan dalam menghitung kewajiban pajak terutang pasca periode Pemilu tahun 2009.
Bagi si penyumbang atau donor menjadi penting alasan pencantuman NPWP karena akan memudahkan untuk membebankan sebagai unsur pengurang penghasilan bruto. Hanya sampai sekarang UU PPh 2008 belum memberi ruang atau peluang bagi penyumbang untuk dapat membebankan pemberian dana kepada Parpol peserta Pemilu 2009 sebagai biaya usaha yang dapat mengurangi pajak terutang. Tentu ketentuan pencantuman NPWP dari KPU akan menjadi isyarat menurunnya partisipasi masayarakat mendukung kegiatan partai politik.
Bagi penyumbang yang telah dengan rela menyisihkan dana dari sisa penghasilan setelah kena pajak untuk dialkokasikan dalam sumbangan kepada Parpol tidak menjadi masalah. Pengusaha yang secara terbuka mendeklarasikan sumbangan yang diberikan ke Parpol walupun non deductable karena dikoreksi oleh Ditjen Pajak akan menganggap bahwa arah pemberian sumbangan akan dapat menjadikan perusahaan sebagai pintu untuk mengenalkan ke publik. Pembebanan sumbangan akan mengurangi sisa Laba di tahan yang akan diterima oleh pemegang saham sebagai dividen.
Penyumbang perorangan yang diindikasikan sebagai Wajib Pajak Orang Pribadi dan wajib ber- NPWP akan berpikir lebih teliti sebelum mengelontorkan dana sumbangan ke parpol. Terutama para caleg yang telah terdaftar di KPU semestinya ditelisik lebih dini apakah telah memenuhi syarat sebagai wajib pajak subjektif yang harus memiliki NPWP karena telah lebih dulu menyumbang dana ke parpol yang mencalonkannya.
Individu yang menjadi harapan utama untuk menyumbang parpol dihadapkan pada pilihan antara melaporkan secara transparan uang sumbangan di Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan (SPT PPh) dan memilih tidak melaporkan alias menghindar dari kewajiban memiliki NPWP. Secara logika akal sehat bahwa individu yang akan menyumbang adalah yang telah memiliki tingkat penghasilan melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak sebesar Rp 15.840.000 selama setahun sehingga layak untuk memiliki NPWP.
Atas sumbangan perorangan yang diberikan tidak menjadi soal walaupun non deductable karena tidak perlu melakukan pencatatan kecuali yang menyelenggarakan pembukuan alias sebagai pengusaha tidak berbentuk badan hukum. Kewajiban memiliki NPWP tidak perlu menjadai momok bagi penyumbang karena manfaat memiliki NPWP bukan semata-mata untuk kepentingan Pemilu 2009 melainkan manfaat lebih luas seperti keringanan pembebasan fiskal LN bagi penumpang ke LN yang telah meiliki NPWP mulai Januari 2009.

Menyiasati pemberian sumbangan
Bagi pemberi sumbangan dana ke parpol berarti akan mendapat perlakuan yang non deductable dari Ditjen Pajak yang melakukan koreksi atas SPT yang membebankan dana sumbangan dalam laporan keuangan yang dilampirkn dalam SPT tahun 2009. Perlu ditelaah jenis sumbangan apa saja yang diperbolehkan dalam UU PPh 2008. Terdapat 5 jenis sumbangan yang diperbolehkan yaitu: (1) sumbangan dalam rangka penangggulangan bencana alam nasional; (2) sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia; (3) sumbangan dalam rangka pembangunan infrastruktur soial yang dikenal dengan Corporate Social Responsibiliy(CSR); (4) sumbangan dalam rangka pembangunan fasilitas pendidikan; dan (5) sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga.
Penyumbang sebaiknya menyiasati dengan melakukan perencanaan pajak atas pemberian sumbangan ke Parpol. Misalnya saja dengan melakukan kemasan acara yang bernuansa CSR oleh perusahaan yang secara tidak langsung berafiliasi ke Parpol tertentu maka akan tertolong dalam membebankan biaya sumbangan tersebut. Apakah pengurus parpol mau terlibat dalam kegiatan seperti ini masih menjadi tanda tanya. Penerima sumbangan melalui elit partai tentu menginginkan penerimaan berupa fresh money untuk mengalokasikan sendiri oleh penggunaan dana bagi kepentingan partai yang tidak mengenal lagi pengikut setia alias massa mengambang.
Sebaiknya para petinggi parpol mau mengakomodir kepentingan bersama dari pihak penyumbang yang ingin juga memposisikan perusahaan untuk lebih dikenal oleh publik sehingga tidak ada keraguan untuk memberikan sumbangan. Tentu tidak bisa diharapkan adanya kebijakan tersendiri dari Ditjen Pajak hal perlakuan pakjak atas pemberian sumbangan dana ke parpol karena sudah diatur dalam UU PPh 2008. Kendala dana yang menjadi momok bagi parpol sebagiknya diantisipasi melalui pendanaan sendiri sebagai konsekuensi mendirikan parpol yang akan merebut simpati dan suara rakyat sebagai gerbang ke pintu kekuasaan.
Polemik seputar kewajiban memiliki NPWP saat menyumbang ke parpol tidak perlu diperdebatkan. Biarkan saja masyarakat memilih apakah menyumbang atau tidak dengan konsekuensi yang sudah jelas dari sisi aturan pajak tanpa kekhawatiran diteliti lebih dalam oleh aparat pajak atas pemberian sumbangan tersebut. Parpol yang mandiri tidak akan akan merasakan kendala alias survive tanpa mengharapkan sumbangan donor. Bagi Parpol yang belum siap mendanai secara mandiri tentu akan mengalami seleksi alam karena memang untuk mendapat kekuasaaan tidak bisa mengandalkan tangan kosong melainkan harus memiliki kapital yang memadai sehingga terhindar dari tindakan yang koruptif saat terpilih mengemban kepercayaan rakyat. (Opini ini hanya pendapat pribadi saya, Arles Ompusunggu)

Tidak ada komentar: